Sistem Informasi Rumah Sakit Bukan sekedar Teknologi
Informasi untuk rumah sakit
Sebuah sistem terdiri dari beberapa elemen atau sub sistem,
demikian juga Sistem infomasi yang bertujuan menghasilkan informasi atau
knowledge untuk pengambilan keputusan, pasti terdiri sub-sub sistem
sistem seperti prosedur, kebijakan, budaya perusahaan, sumber daya manusia,
teknologi informasi dan lain-lainnya.
Sedang Teknologi informasi yang merupakan perpaduan teknologi
komputer dan teknologi komunikasi hanya salah satu bagian atau sub sistem dari
sistem informasi. Walaupun ada pendapat yang mengatakan didalam teknologi
informasi (katakanlah software aplikasi ERP system) didalamnya
terdapat/emmbeded prosedur dan kebijakan, tetapi saat implementasi juga
melibatkan sub sistem lain.
Pengamatan saya pada beberapa Rumah Sakit, kerancuan
pemahaman sistem informasi dan teknologi informasi salah satu
penyebab kegagalan pengembangan dan implementasi sistim informasi berbasis
teknologi infomasi.Mengapa ?, ketika kegagalan dari non teknologi informasi,
misalnya sub sistem kebijakan yang kurang tepat bahkan tidak ada atau
prosedur yang tidak mendukung atau faktor user /sumber daya manusia, yang
banyak disalahkan teknologi informasinya tidak mendukung/gagal. Sehingga
yang sering diganti Teknologi informasi, bukan menyelusuri sub sistem mana yg
tidak mendukung/penyebab kegagalan. Berikut salah satu contoh kasus rumah sakit
khusus di Jakarta yang berganti-ganti teknologi informasinya :
- Ketika rumah sakit ini berdiri awal 1990, memilih menggunakan software aplikasi dari Ingris tapi baru efektif digunakan focus pada billing tahun 1995 akhir .
- Pada tahun 1999 sistem ini tidak dapat digunakan lagi.
- Dicoba peralihan pada tahun 2000 tetapi tidak jadi digunakan karena masalah tender.
- Tahun 2001 Peralihan sistem, tapi sayang berakhir digunakan tahun 2003
- Kemudian tahun 2004 hingga 2008 menggunakan Outsourcing / Kerja sama operasi (KSO) menggunakan software dari india
- Software tersebut diganti lagi tahun 2008 hingga 2010 menggunakan outsourcing / KSO lagi.
- Tahun 2010 dicoba ganti, tapi baru berumur mingguan dianggap gagal, akhirnya kembali lagi software lama,
Pengamatan saya bukan hanya rumah sakit khusus tersebut
diatas, tapi banyak rumah sakit yang di Indonesia yang sering
berganti-ganti teknologi informasi karena dianggap gagal padahal banyak faktor
non teknologi informasi penyebabnya.
Organisasi yang komplek
Sistem informasi mengikuti karakter organanisasinya.
Organisasi yang rumit seperti Rumah Sakit akan membuat sistem
informasinya menjadi rumit juga.
Organisasi
rumah sakit itu untuk cari untung atau untuk social sih?. SK Menkes
No.24/Menkes/Per.II/1990 mengizinkan pengelolaan rumah sakit oleh perseroaan,
tetapi pada SK Menkes lainnya yaitu No.378/Menkes/Per/1993 rumah sakit harus
menjalankan fungsi sosialnya. Pada Sk tersebut rumah sakit swasta harus
tersedia tempat tidur untuk masyarakat tidak mampu /kelas III sebanyak 10%
sedang untuk RS BUMN harus 25%. Barangkali
organisasi paling banyak profesi dan
jenjang pendidikan dari yang rendah hingga S3 bahkan profesornya terlibat
adalah rumah sakit. Rumah sakit juga merupakan
organisasi yang padat teknologi tinggi dan padat investasi.
Dari sisi software aplikasi, dapat anda bandingkan
pengelolaan seluruh sumber daya (manusia, uang, mesin dan material) pada
perusahaan industri yang memiliki Enterprise Resource Planning (ERP), terdapat
pula pada organisasi RS, ditambah lagi pengelolaan inti seperti pelayanan
medis, Infeksi Nosokomial, keselamatan pasien dan lain-lain. Serta
keinginan mempermudah operasional organisasi/pengguna dengan integrasi sistem
dengan perlatan kedokteran untuk film less dan paper less, sementara proteksi
dari vendor alat kedokteran merupakan sisi lain kesulitan integrasi. Pada Rumah
Sakit pemerintah lebih diperumit dengan kebijkan dan sistem yang harus
dijalankan dari supra sistem, misalnya :SIMAK/SK BMN dan SIA dari kemenkeu,
Casemix / INACBG’s dari kemenkes. Selain itu sistem ekternal sistem seperti
asuransi , Bank, dan lain-lain, sehingga sangatlah sulit menginterasikan
sistem internal RS dengan sistem eksternal, tanpa keinginan integrasi dari
supra sistem atau eksternal sistem tersebut, bagaimana mungkin integrasi kalau
kebijakan, protokol dan standard data pertukaran data dari sistem eksternal
tidak ada.
Komitmen Manajemen atas dan Pejabat-pejabat penting.
Keberhasilan implementasi sistem informasi sangat ditentukan
oleh komitmen dan keperdulian manajeman atas dan pejabat-pejabat
penting/berpengaruh pada rumah sakit.Menyedihkan sekali dari pengamatan saya
dan dari informasi beberapa praktisi IT rumah sakit, tidak sedikit
manajemen tingkat atas atau pejabat yang berpengaruh memiliki “Kepentingan”,
berusaha memaksakan teknologi informasi tertentu dengan “yang
dimiliki Vendor atau teman dekatnya”.
Tidak ada sistem informasi yang sempurna, sering
kekurangan sedikit saja pada sistem di blow up oleh orang-orang yang memiliki
“kepentingan” tersebut. Sering tanpa menganalisa sub sistem mana
penyebab kekurangan/kegagalan, tapi langsung menghukum teknologi informasinya
kurang mendukung, pada akhirnya “Ganti teknologi informasinya” kata si pejabat
yang berpengaruh tersebut. Kondisi seperti ini yang umumnya penyebab
penggantian teknologi informasi,padahal setelah diganti hasilnya tetap saja
masih banyak terdapat kekurangan.
Tidak jarang manajemen atas atau Pejabat “yang punya
kepentingan” ini sering kali merusak perencanaan unit sistem informasi
/IT rumah sakit, akibatnya unit IT sibuk berpolitik guna mengamankan sistem.
Banyak perencanaan /program yang tertunda. Maka dari itu kesempatan ini
saya dan rekan-rekan praktisi IT rumah sakit menyarankan pada Kemenkes,
Pemda atau pemilik rumah sakit, kalau mau mengakat direksi / pejabat,
pilihlah yang punya integritas baik tidak memiliki kepentingan pribadi atau
golongan .
Suatu pengalaman menarik yang pernah saya alami ketika
mendapat dukungan kuat dari seluruh jajaran direksi rumah sakit untuk merubah
sistem pelayanan adminstrasi rawat jalan dari parsial menjadi
terpadu/terintegrasi. Perubahan terjadi pada seluruh sub-sub sistem seperti :
infrastruktur bangunan/tata letak, struktur organisasi, prosedur, pola kerja.
Walaupun saat itu banyak yang menentang (level bawah), tetapi direksi
mengambil keputusan tegas meninggalkan yang menentang mengadakan rekrumen
pengguna baru. Alhamdulillah hasilnya komplein pelayanan menurun, pelayanan
administrasi lebih cepat dan terukur, prosedur administrasi menjadi lebih
sederhana.Semua itu karena komitmen kuat dari seluruh jajaran direksi yang
“tidak memiliki kepentingan” kecuali integritas / peningkatan
pelayanan pada pasien.
Kebijakan dan Prosedur
Pada beberapa Rumah Sakit pemerintah dimana organisasinya
sudah rumit, ditambah lagi tingkat top manajemen kurang mengerti, kurang
peduli, tidak fokus dengan proses internal yang ada (terkadang masih sibuk
dengan layanan dan praktek dirumah sakit luar), dan kadang kompentensi bukan
pada bidangnya (misal direktur/wakil direktur keuangan atau SDM dijabat oleh
seorang dokter). Sering adanya kebijakan terdahulu dari supra sistem atau
eksternal yang tidak ditinjau ulang/terus berlaku ditambah kebijakan-kebijakan
baru, membuat sistem menjadi semangkin kompleks, berakibat pengambilan
keputusan yg tidak tepat untuk operasional, apalagi yang strategis. Jika
kebijakan yg ada membingungkan, maka implementasi kebijakan ke prosedurnya
juga menjadi kurang tepat. Terkadang dalam mengambil keputusan ada
pertimbangan senioritas / guru pada sejawat tertentu.
Sistem informasi akan mengikuti organisasi dimana dia berada,
kebijakan dan prosedur itu yang akan dimasukan pada software aplikasi. Kalau kebijakannya
tidak jelas dan prosedurnya rumit, maka software aplikasi juga menjadi rumit.
Kalau sudah begini yang sering disalahin softwarenya atau IT-nya.